KPK Kembali Dalami Kasus Gratifikasi Rp21,5 Miliar: Jejak Uang dan Jaringan Eks Kakanwil Pajak - Laksus News | Portal Berita

Breaking

"DENGAN SEMANGAT HARI BURUH SEDUNIA, KITA MAKMURKAN SWASEMBADA PANGAN BURUH NASIONAL"
SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL"

Minggu, 02 November 2025

KPK Kembali Dalami Kasus Gratifikasi Rp21,5 Miliar: Jejak Uang dan Jaringan Eks Kakanwil Pajak



JAKARTA (LN) – Kasus dugaan gratifikasi senilai Rp21,5 miliar yang menjerat mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhammad Haniv (MH), kembali menjadi sorotan. Setelah hampir sembilan bulan sejak diumumkan sebagai tersangka, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum melakukan penahanan.


Sabtu (1/11/2025), KPK memeriksa seorang karyawan swasta bernama Harjono (HJ) sebagai saksi dalam kasus ini. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk menelusuri lebih jauh arus uang gratifikasi yang diduga mengalir ke Haniv melalui berbagai modus, termasuk kegiatan bisnis keluarga dan proyek pribadi yang disamarkan.


“Pemeriksaan terhadap saksi HJ berkaitan dengan dugaan gratifikasi di lingkungan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, untuk tersangka saudara MH,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta.


Namun ketika ditanya ihwal alasan belum adanya penahanan terhadap Haniv, Budi memberi jawaban yang justru menimbulkan tanda tanya.


“Kita akan lihat perkembangannya dan tentu KPK juga berkomitmen untuk segera menuntaskan penyidikan perkara ini,” katanya singkat.


Pernyataan ini menimbulkan kejanggalan. Sebab, status tersangka Haniv sudah diumumkan KPK sejak 12 Februari 2025, namun belum ada langkah konkret dalam bentuk penahanan ataupun pengumuman penyerahan berkas ke jaksa.


Uang untuk “Fesyen Show” Anak dan Deposito Misterius


Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya mengungkapkan bahwa dugaan gratifikasi ini bermula dari permintaan bantuan modal yang dilakukan Haniv kepada sejumlah pengusaha wajib pajak saat masih menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus pada periode 2015–2018.


Dalam penyelidikan, KPK menemukan bukti adanya transfer dana senilai Rp804 juta yang digunakan untuk mendanai peragaan busana (fashion show) anak Haniv. Selain itu, ditemukan juga penerimaan valuta asing senilai Rp6,6 miliar serta penempatan dana deposito di salah satu BPR sebesar Rp14 miliar.


Total dugaan gratifikasi mencapai Rp21,56 miliar. Uang tersebut diduga bersumber dari beberapa pengusaha besar yang selama ini memiliki kewajiban pajak di wilayah kerja DJP Jakarta Khusus.


“Modusnya adalah meminta dukungan finansial dengan dalih kegiatan sosial atau usaha keluarga. Namun dana tersebut berasal dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam urusan perpajakan,” ungkap Asep dalam konferensi pers Februari lalu.


Jejak Jaringan dan Dugaan “Balas Jasa Pajak”


Tim investigasi menemukan indikasi kuat bahwa sebagian dana gratifikasi mengalir dari pengusaha properti, importir, hingga kontraktor besar yang tengah menghadapi pemeriksaan pajak pada periode jabatan Haniv.


Sumber internal di lingkungan DJP mengungkapkan, Haniv dikenal memiliki jejaring kuat di kalangan konsultan pajak dan pengusaha besar, bahkan setelah ia tidak lagi menjabat di posisi strategis. Beberapa pihak yang pernah berinteraksi dengannya mengaku diminta “berkontribusi” untuk kegiatan keluarga Haniv agar urusan pajak mereka “tidak diperberat.”


Salah satu mantan pegawai pajak yang enggan disebutkan namanya menyebut, praktik seperti ini bukan hal baru di tubuh DJP.


“Biasanya menggunakan modus bantuan sponsorship atau CSR fiktif. Tapi sebenarnya uang itu bentuk gratifikasi terselubung,” ungkapnya kepada Laksus Investigasi.


Mandek di Penyidikan, Publik Bertanya


Kasus ini memunculkan tanda tanya besar di publik. Mengapa penyidikan terhadap pejabat pajak yang telah jelas-jelas berstatus tersangka sejak awal tahun, masih belum menunjukkan perkembangan signifikan?


KPK menyebut masih memeriksa saksi dan menelusuri aliran dana, namun hingga kini tidak ada pengumuman penyitaan aset, penahanan, atau pemanggilan pihak pemberi gratifikasi.


Sementara itu, di kalangan pemerhati hukum, kasus ini dinilai menguji konsistensi KPK dalam penegakan hukum di sektor pajak, yang selama ini dikenal sebagai “lahan subur” praktik suap dan gratifikasi.


“Jika penanganannya berlarut, publik bisa menilai KPK tidak serius. Kasus ini menyangkut kredibilitas lembaga dan integritas penegakan hukum fiskal,” ujar Dr. Feri Kurniawan, pengamat hukum dari Universitas Trisakti.


Bayang-Bayang Skandal Pajak Lain


Kasus Haniv juga disebut-sebut memiliki kemiripan pola dengan kasus Gayus Tambunan dan Rafael Alun Trisambodo — di mana pejabat pajak diduga menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri dan keluarga lewat relasi bisnis pribadi.


KPK pun kini diharapkan membuka seluruh jaringan penerima dan pemberi gratifikasi, agar perkara ini tidak berhenti pada satu nama.


Sebab, dalam struktur birokrasi pajak, jarang ada gratifikasi bernilai miliaran rupiah yang berjalan tanpa dukungan sistem dan pihak lain.


Arah Penyelidikan Selanjutnya


Sumber internal di KPK menyebut, penyidik kini tengah melacak transaksi lintas rekening dan penggunaan dana di luar negeri, termasuk beberapa kegiatan anak Haniv yang sempat digelar di Singapura dan Jepang.


Jika terbukti, maka jerat hukum terhadap Haniv dapat meluas menjadi pencucian uang (TPPU), sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.


Hasil Investigasi Sementara


Kasus gratifikasi Rp21,5 miliar ini bukan sekadar perkara penerimaan uang, melainkan potret nyata lemahnya integritas di institusi perpajakan, di mana kekuasaan dijadikan alat untuk menekan wajib pajak dan memperkaya diri.


Publik kini menunggu aksi nyata KPK, bukan sekadar pemeriksaan saksi. Sebab jika tidak, kasus ini berpotensi menjadi satu lagi “file pending” di meja penyidik antirasuah.


#red

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Streaming Laksusnews"