Tanjung Pinang (LN) — Dugaan keterlibatan seorang oknum jaksa aktif dalam jaringan pembalakan liar di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, memasuki babak baru. Jaksa berinisial HAS, yang kini sedang menjabat di Kejati Kepulauan Riau (Kepri), resmi dicopot dari jabatannya selama 12 bulan dan ditempatkan dalam pembinaan internal. Namun, temuan investigasi lapangan dan penelusuran data memperlihatkan indikasi yang jauh lebih kompleks daripada sekadar pelanggaran etik.
Jejak Video, Narasi Sawmill, dan Pembalakan 700 Hektare
Kasus ini mencuat setelah beredarnya sebuah video yang menarasikan keberadaan HAS di sekitar kawasan hutan Sijunjung—wilayah yang menurut laporan warga sudah mengalami kerusakan masif bahkan hingga disebut gundul. Dalam video itu, HAS digambarkan sebagai pihak yang bukan hanya terlibat, tetapi mengendalikan aktivitas pembalakan liar di area seluas 700 hektare.
Sumber lokal menyebutkan bahwa pembalakan dilakukan secara terstruktur: ada operator lapangan, pengangkut kayu, hingga pihak yang mengelola hasil kayu gelondongan. Nama HAS disebut berada pada posisi strategis dalam rantai tersebut.
Dugaan Kepemilikan Sawmill di Sekitar Lokasi Pembalakan
Narasi dalam video dan kesaksian beberapa warga menyebut bahwa HAS diduga memiliki sebuah sawmill—pabrik pengolahan kayu—di sekitar lokasi pembalakan. Keberadaan sawmill itu dinilai memperkuat indikasi adanya keterlibatan aktif, bukan sekadar penyalahgunaan jabatan.
Penguasaan sawmill mempermudah proses pemotongan kayu ilegal menjadi produk siap jual, sekaligus membuka jalur distribusi keluar daerah.
Transaksi Rp1,2 Miliar dengan Ninik Mamak Setempat
Investigasi juga menelusuri klaim adanya serah terima uang Rp1,2 miliar kepada tokoh adat atau ninik mamak setempat yang memiliki kuasa atas tanah ulayat. Aliran dana tersebut diduga menjadi “tiket masuk” bagi operasi pembalakan liar agar dapat berlangsung tanpa gangguan dari struktur adat.
Skema ini lazim ditemukan dalam praktik-praktik perambahan hutan yang melibatkan pihak eksternal. Dengan membayar uang kompensasi, pelaku bisa mendapatkan akses sementara ke wilayah larangan adat.
Sanksi Etik Dijatuhkan, Namun Substansi Kasus Belum Tersentuh
Hukuman pencopotan jabatan selama 12 bulan yang dijatuhkan kepada HAS oleh Kejati Kepri menjadi pintu masuk yang mengonfirmasi adanya dugaan pelanggaran serius. Namun penjatuhan sanksi etik ini dinilai belum menyentuh substansi hukum terkait tindak pidana kehutanan.
Kasi Penkum Kejati Kepri, Yusnar Yusuf, mengonfirmasi bahwa HAS tengah dalam pembinaan, tetapi ia menegaskan bahwa perkara terkait dugaan pembalakan liar tersebut berada dalam kewenangan Kejati Sumatera Barat.
Pernyataan itu sekaligus menunjukkan bahwa hingga saat ini, belum ada penjelasan detail mengenai Status hukum penyidikan perkara.
Kawasan Hutan Sijunjung Menjadi Gundul
Warga setempat mengungkapkan bahwa kawasan yang sebelumnya merupakan hutan produktif kini berubah menjadi area gundul. Kayu-kayu dengan nilai ekonomis tinggi diduga telah diekstraksi dalam jumlah besar. Kerusakan 700 hektare tidak hanya merusak ekologi, tetapi juga memunculkan risiko bencana jangka panjang.
Hingga kini, penanganan substansi perkara berada sepenuhnya di tangan Kejati Sumatera Barat. Publik menunggu kejelasan apakah dugaan pembalakan liar ini akan naik ke tahap penyidikan, atau tenggelam di tengah sanksi etik yang bersifat administratif.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi integritas institusi kejaksaan. Ketika penegak hukum justru diduga berada dalam lingkaran kejahatan kehutanan, maka transparansi dan ketegasan proses hukum adalah satu-satunya jalan memulihkan kepercayaan publik.
#red



Tidak ada komentar:
Posting Komentar