Tanah Datar (LN) — Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Tanah Datar kembali menjadi sorotan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya ketidaksesuaian pertanggungjawaban kegiatan swakelola pada sejumlah pekerjaan pemeliharaan sungai tahun anggaran 2024.
Temuan tersebut tidak hanya mengarah pada kelalaian administrasi, namun menunjukkan indikasi kuat rekayasa laporan dan manipulasi dokumen pertanggungjawaban.
Temuan paling menonjol terlihat pada dua kegiatan swakelola:
- Perbaikan Tanggul & Normalisasi Sungai Batang Sibilah-Bilahan.
BPK mencatat bahwa kedua kegiatan ini menyajikan laporan realisasi 100% sesuai anggaran, namun tidak mencerminkan kondisi senyatanya di lapangan maupun bukti pendukung.
Proyek Titian Pendek: Pekerjaan Tidak Sesuai, Dokumen Tetap Dilaporkan Sempurna
Untuk kegiatan perbaikan tanggul Sungai Batang Titian Pendek senilai Rp75 juta, BPK menemukan selisih pekerjaan sebesar Rp14.435.000 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Laporan kegiatan menyatakan seluruh item sudah dilaksanakan, namun pemeriksaan fisik menunjukkan volume pekerjaan tidak sesuai dengan rincian dalam dokumen.
BPK menilai ketidaksesuaian tersebut bukan sekadar kekurangan teknis, tetapi indikasi manipulasi laporan sehingga kegiatan tampak selesai sempurna di atas kertas, meski fakta lapangan tidak mendukungnya.
Proyek Sibilah-Bilahan: Pola Rekayasa BBM Menguat – Nota Tidak Sah, Angka Membengkak
Dugaan rekayasa lebih mencolok ditemukan pada proyek normalisasi Sungai Batang Sibilah-Bilahan.
Dari nilai kontrak Rp62.771.000, biaya BBM dan pelumas dilaporkan mencapai Rp46.200.000. Namun, hasil pemeriksaan BPK menemukan sejumlah kejanggalan serius:
Temuan BPK:
- Nota BBM tidak lengkap dan tidak diserahkan kepada PPK/PPTK secara formal.
- Tidak ada tanda tangan sah yang bisa diverifikasi SPBU maupun Pertamina.
- UPT Alkal hanya menerima rekap tertulis, tanpa bukti pembelian asli.
Ketika dilakukan penelusuran, sejumlah bukti tidak dapat dikonfirmasi—mengarah pada dugaan nota yang direkayasa atau tidak mencerminkan transaksi sebenarnya.
BPK menemukan selisih Rp13.585.000 antara penggunaan BBM yang wajar dan nilai yang dilaporkan. Dari jumlah ini, Pimlak hanya bisa menjelaskan Rp3.900.000, sementara Dana Rp9.685.000 tidak dapat dijelaskan dan tidak memiliki bukti pendukung apa pun.
Kondisi ini dikategorikan BPK sebagai ketidaksesuaian pertanggungjawaban yang menimbulkan potensi kerugian negara.
Pola Manipulasi Mulai Terlihat: Realisasi Maksimal, Bukti Minim
Temuan BPK memperlihatkan pola seragam yang mengarah pada dugaan rekayasa:
- Realisasi anggaran dilaporkan 100%, meski fakta tidak mendukung.
- Dokumen pendukung tidak sah atau tidak dapat diverifikasi.
- Komponen BBM membengkak dan sarat ketidakjelasan.
- Pengawasan internal lemah atau tidak berjalan.
Kondisi ini menunjukkan adanya kecenderungan pertanggungjawaban yang dibentuk untuk menyesuaikan angka, bukan menggambarkan pelaksanaan riil kegiatan.
Disinyalir, pada beberapa pekerjaan swakelola lainnya juga terindikasi telah rekayasa dan manipulasi, diantaranya :
- Perbaikan Tanggul Sungai Batang Silai-Bilahan – Rp62.771.000
- Perbaikan Tanggul Sungai Batang Tunggul – Rp62.229.000
- Perbaikan Tanggul Sungai Batang Titian Pendek – Rp75.000.000
- Normalisasi Sungai Batang Muar0 Samuak – Rp150.000.000
- Normalisasi Sungai Batang Rayo – Rp75.000.000
- Pemeliharaan Bangunan Pengaman Sungai/Pantai – Rp100.000.000
Upaya Konfirmasi: Pesan Dibaca, Pejabat Terkait Tidak Menjawab
Sebagai bagian dari verifikasi dan keberimbangan informasi, Laksus News mengajukan permintaan konfirmasi kepada Ten Feri, yang saat itu menjabat sebagai Kadis PUPR Tanah Datar melalui pesan WhatsApp ke nomor 0821-7033-3xxx.
Namun hingga berita ini diterbitkan, Ten Feri tidak memberikan jawaban atau tanggapan apa pun atas pertanyaan yang diajukan terkait temuan BPK tersebut.
Sikap diam seorang pejabat publik atas temuan audit yang menyangkut penggunaan uang negara tentu memunculkan pertanyaan baru di tengah masyarakat.
Potensi Kerugian Negara: Rp24,12 Juta
Dari dua kegiatan ini, total ketidakwajaran yang ditemukan BPK mencapai:
→ Rp14.435.000 (Titian Pendek)
→ Rp9.685.000 (Sibilah-Bilahan)
Sehingga total mencapai: Rp24.120.000
Angka ini dinilai BPK sebagai potensi kerugian negara yang harus ditindaklanjuti oleh pihak terkait.
Audit BPK menunjukan adanya ketidaksesuaian pekerjaan fisik, Bukti BBM yang tidak dapat dipastikan kebenarannya, Pengeluaran tanpa dokumen pendukung sah, pola pertanggungjawaban yang disusun tidak sesuai fakta, serta minimnya tanggung jawab pejabat pelaksana ketika dimintai klarifikasi.
Sejauh ini, temuan mengarah pada dugaan rekayasa pertanggungjawaban yang perlu ditindaklanjuti oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan penegak hukum apabila ditemukan unsur pidana.
Media Laksus News akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan membuka ruang konfirmasi kepada seluruh pihak terkait.
Tunggu berita selanjutnya !
#TIM



Tidak ada komentar:
Posting Komentar