Padang (LN) — Penanganan kasus dugaan penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis solar yang diungkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Barat (Sumbar) menuai tanda tanya besar.
Pasalnya, perkara yang semula ditangani kepolisian itu dihentikan dan diserahkan kepada Kodim 0308/Pariaman setelah ada klaim kepemilikan dari oknum anggota TNI.
Baca berita sebelumnya:
Operasi dan Temuan Awal
Kasus ini bermula dari operasi tim Subdit IV Tipiter Polda Sumbar pada 1 Oktober 2025 di lokasi yang diduga menjadi tempat penimbunan BBM subsidi di eks kantor Kryong, kawasan By Pass Km 25, Padang.
Dalam operasi itu, petugas mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya:
- 3 unit tankmon,
- 11 jerigen berisi solar subsidi,
- 13 jerigen kosong, dan
- 1 unit mobil Panther warna biru.
Temuan tersebut memperkuat dugaan adanya praktik penyimpangan distribusi BBM bersubsidi yang kerap disalahgunakan untuk kepentingan industri atau dijual kembali dengan harga non-subsidi.
Klaim Kepemilikan oleh Oknum TNI
Namun sehari berselang, pada 2 Oktober 2025, dua anggota Kodim 0308/Pariaman, datang mengaku sebagai pemilik BBM tersebut.
Atas dasar itu, Polda Sumbar memutuskan melimpahkan seluruh barang bukti kepada Kodim 0308/Pariaman pada malam harinya sekitar pukul 22.00 WIB.
“Karena bukan kewenangan Polda, seluruh barang bukti telah diserahkan kepada pihak Kodim 0308/Pariaman. Penyerahan dilakukan sesuai berita acara dan disertai dokumentasi resmi,” ungkap Kasubdit IV Tipiter Polda Sumbar, Kompol Okta Rahmadsyah, S.I.K, kepada wartawan, Selasa (14/10).
Dengan pelimpahan itu, Polda Sumbar tidak lagi menangani perkara tersebut.
Kajian Hukum dan Kewenangan
Secara hukum, penanganan perkara yang melibatkan anggota TNI memang memiliki mekanisme tersendiri.
Sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, anggota TNI yang diduga melakukan tindak pidana harus diproses oleh penyidik militer, dalam hal ini Pomdam (Polisi Militer), bukan oleh penyidik Polri.
Namun, dalam konteks kasus dugaan penyelewengan BBM bersubsidi — yang merupakan kejahatan umum dan menyangkut barang milik negara (BBM subsidi) — seharusnya tetap ada koordinasi formal antara Polri dan Oditurat Militer untuk memastikan proses hukum berjalan secara transparan dan tidak berhenti di meja pelimpahan.
Menurut Pasal 42 KUHAP, apabila suatu tindak pidana melibatkan unsur TNI dan sipil, penyidikan harus dilakukan secara koordinatif agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan potensi impunitas.
“Penyalahgunaan BBM subsidi adalah tindak pidana ekonomi yang diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda hingga Rp 60 miliar.
Jadi, tidak bisa serta merta dihentikan hanya karena pelakunya mengaku anggota TNI,” jelas salah seorang pakar hukum pidana Universitas Andalas yang dimintai tanggapan.
Potensi Konflik Kewenangan dan Kesan “Masuk Angin”
Langkah Polda Sumbar menyerahkan kasus ke Kodim tanpa penjelasan lanjutan menimbulkan kesan “masuk angin”.
Publik menilai, tindakan itu berpotensi menurunkan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum, khususnya dalam pengawasan distribusi energi bersubsidi yang rawan penyimpangan.
Pengamat hukum menilai, koordinasi lintas institusi seharusnya tidak hanya berupa pelimpahan berkas, tetapi juga pengawasan bersama atas tindak lanjutnya agar tidak terjadi tumpulnya proses hukum.
Respons Kodim Masih Ditunggu
Hingga berita ini ditayangkan, media ini masih berupaya melakukan konfirmasi kepada Komandan Kodim 0308/Pariaman, Letkol Czi Nur Rahmat Khaeroni, S.Hub.Int., untuk memperoleh penjelasan resmi terkait status barang bukti, proses hukum terhadap oknum yang disebut sebagai pemilik, dan sejauh mana penyelidikan dilakukan di lingkungan militer.
#TIM



Tidak ada komentar:
Posting Komentar