Bukittinggi (LN) — Aroma penyimpangan keuangan kembali tercium dari jantung pemerintahan Kota Bukittinggi. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumatera Barat menemukan adanya dugaan penggelapan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas konsumsi makanan dan minuman di lingkungan Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bukittinggi. Nilai yang dipertanggungjawabkan mencapai Rp646,2 juta, namun sebagian pajak yang seharusnya masuk kas daerah justru mengendap di rekening pribadi pejabat.
Temuan ini terungkap dalam laporan hasil pemeriksaan BPK tahun 2024 yang mengungkap fakta bahwa tidak seluruh PBJT makanan dan minuman disetorkan ke kas daerah. Padahal, sesuai Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 8 Tahun 2023 serta Surat Edaran Wali Kota Nomor 100.3.4.3/40/BK-01/2024, setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) diwajibkan menyetorkan pajak 10 persen dari transaksi makanan/minuman langsung ke rekening kas daerah.
Namun, hasil uji petik terhadap 23 transaksi pembayaran di Bagian Umum Setda menunjukkan bahwa pajak tersebut memang telah dipungut oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP), tetapi tidak disetorkan sebagaimana mestinya.
Sebaliknya, dana pajak itu dialihkan terlebih dahulu ke rekening tabungan pribadi milik Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), sebelum akhirnya dipindahbukukan untuk keperluan lain.
BPK menilai praktik ini melanggar prinsip akuntabilitas dan transparansi keuangan negara, sebab alur pemindahbukuan dana pajak semestinya hanya boleh dilakukan ke rekening kas umum daerah (RKUD).
Lebih jauh, BPK menemukan bahwa total pajak PBJT dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang belum disetorkan mencapai: Rp58.745.600,00 yang seharusnya masuk ke Kas Umum Daerah (RKUD), dan Rp11.749.120,00 yang semestinya disetor ke Kas Umum Negara (RKUN).
Fakta ini memperkuat dugaan bahwa terjadi penyimpangan dalam pengelolaan dana publik di lingkungan Sekretariat Daerah Bukittinggi. Apalagi, proses pemindahbukuan dana pajak ke rekening pribadi pejabat tidak memiliki dasar hukum dan rawan dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
BPK menegaskan bahwa kondisi tersebut menjadi bagian dari temuan resmi berjudul “Pertanggungjawaban Belanja Barang dan Jasa pada Sekretariat Daerah Tidak Sesuai Kondisi Senyatanya.”
Sumber internal di lingkungan Pemko Bukittinggi menyebut, praktik ini sudah lama berlangsung dengan alasan “teknis administrasi” agar pembayaran jamuan tamu bisa dilakukan cepat. Namun, modus semacam ini justru membuka celah penyalahgunaan pajak daerah yang berpotensi merugikan keuangan negara secara sistematis.
Semestinya, setiap rupiah pajak daerah harus langsung masuk ke kas daerah. Ketika dana dialihkan ke rekening pribadi pejabat, itu bukan hanya pelanggaran administratif, tapi bisa masuk kategori perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang melanggar aturan hukum.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan penyimpangan pengelolaan pajak dan retribusi di tingkat pemerintah daerah. Publik kini menunggu langkah tegas Wali Kota Bukittinggi dan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan penggelapan PBJT yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga ratusan juta rupiah.
Hingga berita ini ditayangkan, media ini masih berupaya melakukan konfirmasi dan meminta penjelasan kepada pihak terkait atas temuan BPK tersebut.
#TIM



Tidak ada komentar:
Posting Komentar