Pariaman (LN) – Pulau Angso Duo yang selama ini digadang-gadang sebagai ikon wisata bahari Kota Pariaman kini tercoreng. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI membongkar adanya praktik penyalahgunaan retribusi wisata TA.2024 yang dilakukan oleh seorang oknum petugas berinisial Sdr. Su.
BPK mencatat, terdapat 200 lembar karcis yang sudah terjual namun uangnya tidak masuk kas daerah, serta 600 lembar karcis yang hilang tanpa jejak. Jika dihitung, potensi kebocoran mencapai Rp12 juta.
Modus: Uang Publik untuk Kepentingan Pribadi
Dalam pemeriksaan, BPK menemukan bahwa Sdr. Su menggunakan hasil penjualan karcis untuk kepentingan pribadi, dengan janji akan menyetorkannya kemudian.
Baru setelah ditekan atasan dan diminta menandatangani Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak pada April 2025, ia mulai mengembalikan sebagian dana tersebut.
Celah Sistem, PAD Rawan Bocor
Kasus ini mengungkap lemahnya sistem pengelolaan retribusi di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Pariaman. Mekanisme pengawasan karcis hingga penyetoran penerimaan dinilai longgar, sehingga membuka peluang bagi oknum untuk “memainkan” uang publik.
Padahal, Pemko Pariaman menargetkan Pendapatan Retribusi Daerah TA 2024 sebesar Rp12,63 miliar. Realisasi hanya Rp9,37 miliar atau 74,20 persen. Khusus sektor pariwisata, capaian lebih rendah, hanya 68,82 persen. Kebocoran di Pulau Angso Duo disinyalir menjadi salah satu penyebabnya.
Aspek Hukum: Bisa Terjerat Pidana
Perbuatan Sdr. Su tidak hanya melanggar etika kerja, tetapi juga berpotensi menjeratnya ke ranah pidana. Pasal 3 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan keuangan negara/daerah, dapat dipidana penjara maksimal 20 tahun.
Selain itu, perbuatan tidak menyetorkan penerimaan daerah juga dapat dianggap sebagai penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 415 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana penjara hingga 7 tahun.
Tuntutan Transparansi
BPK menegaskan, praktik ini merugikan keuangan daerah sekaligus mencederai kredibilitas Pemko Pariaman dalam mengelola destinasi unggulan. Pemerintah diminta tidak berhenti pada teguran administratif, melainkan menindaklanjuti ke ranah hukum agar kasus serupa tidak berulang.
Jika dibiarkan, Pulau Angso Duo yang seharusnya menjadi mesin PAD Kota Pariaman justru akan terus menjadi sumber kebocoran.
Hingga berita ditayangkan, media ini masih mengumpulkan data, informasi serta konfirmasi kepada pihak terkait.
Tunggu berita lanjutannya !
#TIM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar