Setiap waktu, Polresta Padang lantang meneriakkan perang terhadap narkoba. Spanduk besar bertuliskan “Padang Perang Lawan Narkoba” terpampang di berbagai sudut kota.
Namun ironinya, di balik teriakan itu, muncul aroma busuk yang mencederai semangat perang tersebut — oknum di dalam institusi justru diduga ikut bermain dalam gelapnya bisnis haram ini.
Belakangan, publik dikejutkan oleh kabar penangkapan seorang pria terkait narkoba yang berujung janggal.
Dari penangkapan itu telah diamankan barang bukti sabu, namun beberapa hari kemudian justru pria tersebut dilepaskan tanpa proses hukum dan tanpa penjelasan publik.
Tak ada rilis resmi, tak ada tindak lanjut, bahkan barang bukti yang semestinya diamankan negara kini tidak jelas keberadaannya.
Yang beredar justru kabar bahwa kasus tersebut telah “86” — diselesaikan secara diam-diam dengan uang.
Disebut-sebut, keluarga pelaku membayar puluhan juta rupiah agar perkara itu “hilang” begitu saja.
Jika benar, maka ini bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi pengkhianatan terhadap sumpah dan tugas negara.
Lebih parah lagi, barang bukti sabu yang disita saat penangkapan kini tak diketahui ke mana raibnya.
Apakah diamankan secara resmi, atau justru diselewengkan oleh tangan-tangan kotor yang haus uang?
Jika benar barang bukti itu hilang dan diedarkan kembali, maka wajar saja narkoba kian marak di Padang.
Sebab barang bukti hasil penangkapan gelap diduga kembali beredar di tengah masyarakat, menjadi racun baru yang justru bersumber dari tangan penegak hukum.
Kondisi ini menggambarkan betapa bobroknya sistem pengawasan internal dan lemahnya ketegasan pimpinan.
Sebab, bagaimana mungkin institusi yang setiap hari menyerukan “perang terhadap narkoba” justru membiarkan pasukannya memperdagangkan hasil perang itu sendiri?
Tidak semua anggota polisi bermental kotor. Banyak yang bekerja jujur dan tulus. Namun, oknum yang memperjualbelikan perkara dan barang bukti ini telah menodai seragamnya sendiri.
Dan selama tidak ada tindakan tegas, selama praktik “damai” di bawah meja dibiarkan, maka masyarakat akan terus kehilangan kepercayaan terhadap hukum.
Kini, dituntut Institusi polri terutama Polda Sumbar untuk menelusuri siapa yang bermain, bagaimana mekanisme pengawasan bisa jebol, dan ke mana sebenarnya barang bukti narkoba itu menghilang.
Sebab jika tidak, maka jargon “Perang Lawan Narkoba” hanya akan menjadi slogan kosong — pepesan moral tanpa makna.
Ketika hukum bisa dibeli, maka keadilan tak lagi hidup di negeri ini. Dan ketika barang bukti dijadikan komoditas, maka yang diperdagangkan bukan hanya sabu, tapi juga harga diri kepolisian itu sendiri.
Dibuat Oleh : Redaksi Laksus News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar