Jakarta (LN) — Suara perlawanan rakyat kembali menggema di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ratusan mahasiswa dan aktivis turun ke jalan menuntut agar mantan Presiden Joko Widodo diadili atas dugaan pemalsuan ijazah dan praktik dinasti politik yang dinilai mencederai demokrasi.
Mobil bertuliskan “Adili Jokowi!” diparkir tepat di depan gerbang KPK—menjadi simbol kemarahan publik atas dugaan penyimpangan moral dan kekuasaan yang tak tersentuh hukum. Massa menegaskan, mereka akan terus turun ke jalan sampai penegak hukum berani menindak, bukan tunduk.
“Negara ini tidak boleh disandera oleh nama besar,” teriak salah satu orator dari atas mobil komando. “Keadilan tidak mengenal mantan presiden, tidak mengenal istana, yang bersalah harus diadili!”
Sementara itu, pengamat politik Rocky Gerung menilai, apa yang kini terjadi adalah bentuk penolakan publik terhadap praktik kekuasaan yang masih dikendalikan dari belakang layar. Ia menyebut Jokowi dan keluarganya masih menjadi bayang-bayang yang mengganggu stabilitas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Selama Jokowi masih dianggap cawe-cawe dalam politik, rakyat akan terus melawan. Dinasti politik dan persoalan moral kekuasaan akan menghantui sampai 2029,” ujar Rocky dalam kanal YouTube-nya, Sabtu (4/10/2025).
Rocky menilai, rakyat kini tidak lagi percaya pada mekanisme elitis. Mereka memilih jalan jalanan karena hukum dianggap hanya berpihak pada kekuasaan. “Ketika parlemen diam, jalanan berbicara. Itu tanda demokrasi masih hidup,” ujarnya tajam.
Di tengah sorotan publik, pertemuan Jokowi dengan Abu Bakar Ba’asyir justru memantik kecurigaan baru. Publik menilai langkah itu sebagai manuver politik untuk menggalang dukungan dari kelompok-kelompok yang dulu berseberangan dengan kekuasaan.
Sementara reshuffle kabinet Presiden Prabowo memperlihatkan tanda-tanda pembersihan terhadap loyalis Jokowi. Hilangnya figur seperti Budi Gunawan dari lingkar kekuasaan dianggap sebagai sinyal bahwa era “politik bayangan” mulai dipangkas dari dalam.
Namun, di luar manuver elite, tekanan massa di jalanan justru semakin kuat. Mereka menegaskan, tuntutan terhadap Jokowi bukan sekadar soal hukum, melainkan soal moral bangsa.
“Kalau hukum tidak bisa menjangkau istana, maka suara rakyat yang akan melakukannya. Demokrasi akan mati jika rakyat berhenti marah. Dan hari ini, rakyat sudah kembali bersuara", ujar seorang mahasiswa dengan pengeras suara di tengah kerumunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar