Pasar Lubuk Buaya (Foto : Red) |
Temuan BPK terkait carut marutnya status Pemegang Hak Pakai Toko Pasar Lubuk Buaya, terindikasi kerugian daerah dari penyalahgunaan pemanfaatan aset di Pasar tersebut, salah satunya hasil konfirmasi BPK kepada 17 pedagang Pasar Lubuk Buaya, diketahui 14 pedagang bukan Pemegang Hak Pakai (Kartu Kuning). Para pedagang menyewa toko kepada pemegang hak pakai tanpa persetujuan Dinas Perdagangan.
Dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Tahun 2022 mengungkap bahwa, ada beberapa rekomendasi hasil pemeriksaan tahun 2021 yang belum ditindaklanjuti oleh Dinas Perdagangan Kota Padang.
Adanya temuan BPK terkait carut marutnya status pemegang hak pakai toko Pasar Lubuk Buaya, juga dibenarkan oleh M.Faisal yang Keluarganya (Anak) pernah berdagang puluhan tahun disana.
Lebih
lanjut dia mengatakan "Saya menduga pemilik atau pemanfaat kios tersebut
adalah diduga seorang pejabat berpengaruh juga di Dinas Perdagangan Kota Padang
saat masih aktif. Dia (oknum yang dimaksud) sering ke sana ke toko itu,
saksinya ada yang melihat bersangkutan sering datang ke Kios Pasar Lubuk Buaya,".
Dia
mengaku tidak ada masalah dengan orang-orang pedagang atau pemilik kios di
Pasar Lubuk Buaya itu. Meskipun keluarganya yang sudah lama berjualan di Pasar
Lubuk Buaya tidak kebagian satupun petak toko. Yang dia sesalkan adalah adanya
suatu kios yang diduga dimanfaatkan oleh pelat merah.
"Saya
pun sudah memperingatkan kepada Pejabat di Dinas Perdagangan Kota Padang itu,
jika suatu saat terbukti memiliki kios di sana, Saya memberikan ultimatum dan
tak akan segan-segan menempuh jalur hukum. Ini merupakan penyalahgunaan
wewenang," tegas Faisal.
Faisal
mengeluhkan "Anak saya mempunyai 4 kios disana sebelum direhab tapi tidak
satupun dapat jatahnya. Seharusnya anaknya yang sudah 20 tahun lebih berdagang
di Pasar Lubuk Buaya harusnya mendapatkan haknya yaitu kios di Pasar Lubuk
Buaya".
"Nyatanya, dugaan ada oknum yang bermain disini, tidak pernah berjualan namun
dia punya jatah kios di Pasar Lubuk Buaya. Itu yang Saya sedang tuntut kepada
Pemko. Namun hingga saat Pemko mengelak terus dan tidak ada solusinya. Jelas
sudah informasi temuan BPK nyata terjadi penyelewengan wewenang oleh Disdag
Padang." ujar Faisal dengan nada kecewa.
"Padahal
Saya sudah mengajukan dan didata oleh UPTD Pasar Lubuk Buaya sebelum pembagian
kios. Dan Sayapun nyinyir menanyakan hak kami. Namun orang Disdag Padang
memalui Kabid Sarana dan Prasana Disdag tidak mau memperlihatkan datanya."
ujar Faisal.
Syahendri
Barkah, Kepala Dinas Perdagangan Kota Padang mengatakan "sebanyak 41 kunci
kios tersebut sudah terbagi habis di masa dia belum menjadi Kepala Dinas
Perdagangan Kota Padang".
"Semua
sudah melalui proses, baik pada perencanaan pembangunan maupun kesepakatan
bersama pedagang di sana, sampai pada proses setelah selesai pembangunan,
sehingga dilakukan rapat-rapat terhadap pembagian petak kios atau toko,"
katanya.
Dirinya
menilai, wajar apabila ada yang merasa tidak puas, karena awalnya di lokasi
tersebut ada 111 pedagang, sementara yang dibangun hanya 41 petak kios.
"Seharusnya
bagi mereka yang tidak puas dapat menyampaikannya pada saat sebelum pembagian
kunci kios tersebut, jangan setelah pembagian berlalu, sudah lumrah dalam suatu
pembangunan tersebut ada suatu pihak yang tidak terpuaskan," ungkapnya.
"Pembangunan
Pasar Lubuk Buaya itu adalah di atas tanah Pemko Padang, dan dibangun dengan
dana pemerintahan, sudah biasa permasalahan seperti ini dihadapi di Dinas
Perdagangan Kota Padang" ia menambahkan.
Temuan
BPK Perwakilan Sumbar kepada 17 pedagang di Pasar Lubuk Buaya, diketahui 14
pedagang bukan pemegang buku kuning, sedangkan dari konfirmasi kepada 24
pedagang di Pasar Bandar Buat diketahui 19 pedagang bukan pemegang buku kuning
(Pemegang Hak Pakai).
Para
pedagang tersebut menyewa toko kepada pemegang hak pakai, dalam hal ini
pemegang buku kuning tanpa adanya persetujuan dari Dinas Perdagangan. Dinas
Perdagangan maupun UPTD Pasar Lubuk Buaya dan Pasar Bandar Buat belum melakukan
upaya penghentian praktik sewa kepada pihak ketiga.
Temuan lebih lanjut oleh BPK, diketahui nilai sewa yang dibayarkan jauh lebih tinggi dari retribusi sewa toko yang dibayarkan kepada Pemko Padang sehingga terdapat selisih minimal sebesar Rp. 350.312.000,00.
BPK menyimpulkan masalah ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dan pengendalian dari Kepala Dinas Perdagangan terhadap retribusi sewa toko di kedua pasar tersebut.
BPK merekomendasikan kepada Walikota Padang agar Kepala Dinas Perdagangan segera mengambil langkah untuk mengatasi indikasi kerugian daerah ini sesuai dengan ketentuan dan menyetorkannya ke Kas Daerah. (Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar