Padang (LN) – Aktivitas tambang ilegal kembali mencuat di Kabupaten Solok. Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, kegiatan penambangan galian C tanpa izin resmi berlangsung sejak lama di Nagari Muaro Pingai, Kecamatan Junjung Sirih, Kabupaten Solok, tepatnya di kawasan pinggir Danau Singkarak.
Dari hasil penelusuran lapangan, aktivitas ini diduga dikelola oleh H (ASN) yang bertugas di salah satu dinas di Pemerintah Kabupaten Solok. Meski aktivitas itu terang-terangan melanggar hukum, aparat penegak hukum di wilayah tersebut — mulai dari Kapolsek Junjung Sirih hingga Kapolres Solok — diduga menutup mata terhadap kegiatan tersebut.
“Mobil-mobil pengangkut hasil tambang ilegal itu lalu-lalang di depan kantor Kapolsek. Namun, tak ada tindakan. Seolah semua berjalan normal,” ujar salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya.
Dugaan “Koordinasi Gelap” dan Bagi-Bagi Keuntungan
Sumber internal menyebutkan, setiap penambang yang ingin beroperasi di lokasi tersebut harus mendapatkan PO (Purchase Order) dari kontraktor. Permintaan tersebut kemudian dilaporkan kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapat “izin tidak resmi”. Setelah ada pembagian tertentu, kegiatan tambang dilakukan pada malam hingga dini hari agar tidak terpantau masyarakat luas.
“Selama ini para pelaku saling berkoordinasi. Ada dari unsur ASN, oknum aparat, hingga pihak sipil yang mengatur alur dan hasilnya,” ungkap sumber lain yang juga berada di lapangan.
Izin Belum Lengkap, Tapi Tetap Beroperasi
Meski mengatasnamakan perusahaan CV. Tiga Pilar, aktivitas penambangan ini belum memiliki izin lengkap. Berdasarkan data yang diperoleh, pengelola hanya memiliki SIPB (Surat Izin Pertambangan Batuan), namun belum mengantongi izin lingkungan (UKL-UPL), rekomendasi Andalalin, serta persetujuan teknis dari Dinas ESDM Provinsi Sumatera Barat.
Dengan demikian, kegiatan tambang tersebut melanggar ketentuan hukum sebagaimana diatur dalam UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan.
Diduga Ada Pembiaran Aparat
Lebih jauh, informasi dari lapangan menyebutkan adanya pembiaran oleh aparat penegak hukum. Koordinasi informal antara pelaku tambang dan oknum aparat disebut sudah menjadi rahasia umum.
“Kalau bagiannya sudah pas, tambang bisa jalan. Kapolres seolah tidak tahu, padahal kendaraan pengangkut keluar-masuk di depan aparat,” ujar sumber tersebut.
Komentar Ketua LMR-RI Sumatera Barat
Menanggapi temuan tersebut, Ketua LMR-RI Sumatera Barat, Sutan, mengecam keras praktik tambang ilegal yang diduga melibatkan oknum ASN dan aparat. Ia menilai kegiatan itu bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga mencoreng citra penegakan hukum di daerah.
“Ini sudah keterlaluan. Bagaimana mungkin aktivitas ilegal yang jelas-jelas merusak lingkungan dibiarkan begitu saja? Apalagi kalau benar ada aparat yang bermain di dalamnya. Kami meminta Kapolda Sumbar turun langsung dan segera menindak tegas siapa pun yang terlibat,” tegas Sutan.
Sutan juga menambahkan bahwa LMR-RI akan segera melayangkan laporan resmi kepada pihak Polda Sumatera Barat serta Dinas ESDM Provinsi untuk meminta penindakan hukum.
“Jangan biarkan tambang ilegal terus beroperasi di pinggir Danau Singkarak. Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga soal masa depan ekosistem dan keadilan bagi masyarakat,” tutupnya.
Ancaman bagi Lingkungan dan Penegakan Hukum
Aktivitas tambang ilegal di pinggir Danau Singkarak dikhawatirkan mengancam keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan lingkungan hidup. Selain berpotensi menyebabkan kerusakan tanah dan pencemaran air, kegiatan ini juga mengikis kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Hingga berita ini ditayangkan, media ini masih berupaya mengkonfirmasi Kapolres Solok dan pihak terkait lainnya guna memperoleh tanggapan resmi. Publik kini menanti langkah konkret Kapolda Sumbar dalam menindaklanjuti dugaan keterlibatan oknum dalam praktik tambang ilegal yang telah lama beroperasi ini.
#TIM




Tidak ada komentar:
Posting Komentar