Bangka Tengah (LN) — Operasi besar-besaran penertiban tambang timah ilegal di Kabupaten Bangka Tengah kembali membuka fakta mengejutkan tentang skala kerusakan dan lemahnya pengawasan izin di daerah. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto bersama Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin turun langsung ke lokasi tambang ilegal di Dusun Nadi, Desa Lubuk Lingkuk, Kecamatan Lubuk Besar, Rabu (19/11/2025), didampingi Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dan sejumlah pejabat tingkat pusat.
Kehadiran dua jenderal berlatar belakang Kopassus ini bukan tanpa alasan. Mereka bergerak setelah laporan maraknya aktivitas penambangan timah ilegal yang telah memasuki kawasan hutan produksi secara masif tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH/PPKH).
Hasil identifikasi Satgas menunjukkan luas kawasan terdampak mencapai 262,85 hektare, menandakan operasi ilegal tersebut berlangsung dalam skala raksasa dan terorganisir.
Temuan di Lapangan: Ratusan Hektare Rusak, Puluhan Alat Berat Diamankan
Dalam operasi penertiban, Satgas PKH menemukan puluhan alat berat dan mesin yang digunakan untuk pengerukan dan pemrosesan timah ilegal. Temuan di lokasi mencakup: Excavator dalam jumlah besar (sejumlah laporan menyebut 21 unit), Bulldozer, Genset industri, Sedikitnya 10 unit mesin penghisap pasir/timah
Berbagai peralatan pendukung tambang
Seluruh alat tersebut langsung diamankan sebagai barang bukti untuk proses penyidikan lebih lanjut. Perbedaan data jumlah alat dalam berbagai laporan media mengindikasikan perlunya verifikasi resmi melalui berita acara penyitaan Satgas PKH atau aparat penegak hukum.
Selain kerusakan fisik berupa lubang bekas tambang, kegiatan ilegal ini juga berpotensi menyebabkan sedimentasi aliran sungai, penurunan kualitas air, hilangnya vegetasi hutan produksi, hingga ancaman jangka panjang terhadap ekosistem di wilayah Bangka Tengah.
Dugaan Celah Perizinan: Izin Pasir Kuarsa Diduga Jadi Kedok Penambangan Timah
Sejumlah sumber media nasional juga menyoroti dugaan bahwa sebagian kegiatan penambangan timah ilegal memanfaatkan kedok izin lain, terutama izin eksploitasi pasir kuarsa, untuk menutupi aktivitas pertambangan timah sesungguhnya.
Jika dugaan ini benar, maka persoalan bukan hanya penambang liar di lapangan, tetapi juga ada persoalan serius dalam tata kelola dan pengawasan perizinan di tingkat daerah. Sejumlah pejabat pusat bahkan mendorong agar sebagian kewenangan pertambangan dievaluasi atau ditarik kembali ke pemerintah pusat demi menghindari penyalahgunaan izin seperti ini.
Respons Pemerintah: Negara Tidak Boleh Kalah
Menhan Sjafrie Sjamsoeddin dengan tegas menyatakan bahwa setiap pelanggaran akan diproses sesuai hukum. Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah dalam menindak kejahatan lingkungan dan pertambangan ilegal yang merugikan negara.
“Temuan ini mempertegas adanya pelanggaran serius yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan potensi kerugian negara. Secara fisik, seluruh kegiatan ilegal yang mengarah ke sini sudah kita tutup secara geografis,” tegas Sjafrie.
Langkah ini tidak hanya mencakup penertiban alat, tetapi juga mengisolasi dan menghentikan seluruh jalur logistik dan kegiatan pendukung yang mengarah ke lokasi tersebut.
Kerugian Negara: Audit BPKP Diperlukan
Meski kerugian negara belum diumumkan secara resmi, skala area 262 hektare dan intensitas penambangan menunjukkan potensi kerugian sangat besar, baik dari hasil timah yang tidak tercatat, hilangnya pendapatan negara dari royalti, serta biaya rehabilitasi lingkungan yang bisa mencapai miliaran rupiah.
Kehadiran Kepala BPKP dalam operasi tersebut mengindikasikan bahwa audit khusus diperkirakan akan dilakukan untuk menghitung nilai kerugian negara dan besarnya kewajiban pemulihan lingkungan.
Proses Hukum: Siapa Pemilik Alat dan Operator di Balik Tambang Ilegal Ini?
Hingga berita ini diturunkan, belum ada rilis resmi terkait identitas pemilik alat berat, operator lapangan, maupun pihak yang diduga menjadi pemodal utama operasi tambang ilegal ini.
Pertanyaan ini sangat penting untuk memastikan perkara tidak berhenti pada operator lapangan saja.
Penutup: Penertiban Belum Cukup Tanpa Transparansi dan Tindak Lanjut Hukum
Operasi gabungan yang melibatkan TNI, Menhan, Kejaksaan, KLHK, ESDM, dan BPKP menunjukkan keseriusan pemerintah pusat dalam menindak tambang ilegal di Bangka Belitung. Namun, penertiban di lapangan hanyalah tahap awal.
Publik menunggu transparansi data barang bukti, status penyidikan, penetapan tersangka, serta audit kerugian negara.
#red



Tidak ada komentar:
Posting Komentar