Jakarta (LN) – Pemanggilan Wakil Sekjen Bidang Kesekretariatan DPP PDI Perjuangan, Yoseph Aryo Adhi Dharmo (YAAD), Senin (15/9/2025), membuka babak baru dalam pengusutan kasus dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api di lingkungan DJKA Kementerian Perhubungan.
Bagi KPK, Yoseph bukan sekadar saksi tambahan. Namanya sudah pernah muncul dalam gelombang pemeriksaan sejak September 2024, bersamaan dengan anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDIP, Lasarus. Kala itu, Yoseph sempat mangkir dari panggilan, memunculkan spekulasi ada tarik-ulur politik di balik kasus ini.
Jejaring Politik dan Proyek Infrastruktur
Pembangunan jalur ganda KA Solo Balapan–Kadipiro yang seharusnya menjadi proyek strategis, justru membuka ruang gelap transaksi antara pejabat Kemenhub, pengusaha kontraktor, hingga politisi.
Sejumlah tersangka dari pihak swasta – mulai dari direktur PT Istana Putra Agung hingga PT Bhakti Karya Utama – disebut menjadi “penyumbang dana gelap” untuk melicinkan proses tender. Uang itu diduga mengalir ke pejabat DJKA yang berperan sebagai penerima, seperti Direktur Prasarana Perkeretaapian, Harno Trimadi, hingga jajaran Pokja Pengadaan.
“Pola klasiknya tetap sama: kontraktor membeli kepastian, pejabat menjual kewenangan. Bedanya, kasus ini merembet ke ranah politik,” ujar seorang sumber internal KPK yang enggan disebutkan namanya.
Yoseph dan Bayang-Bayang PDIP
Masuknya nama Yoseph Aryo Adhi Dharmo menandai potensi keterhubungan antara praktik rente proyek dengan lingkaran partai besar. Sebagai Wakil Sekjen DPP PDIP, Yoseph memiliki posisi strategis di internal partai, sekaligus kedekatan dengan para legislator Komisi V yang membidangi infrastruktur.
KPK diyakini sedang menguji apakah ada peran politik dalam penentuan proyek atau distribusi fee. Sumber lain menyebut, hubungan Yoseph dengan sejumlah pengusaha penyedia jasa konstruksi sudah lama terbangun. “Ada komunikasi informal yang perlu ditelusuri, apakah sebatas pertemanan atau ikut dalam pusaran transaksi,” ungkap sumber tersebut.
Dari Birokrasi ke Partai
Struktur perkara ini memperlihatkan rantai yang berlapis:
Pengusaha, membeli proyek dengan fee, sedangkan Pejabat DJKA bertugas untuk mengatur teknis lelang dan penentuan pemenang.
Sedangkan Politisi/Parpol ditengarai menjadi pintu legitimasi sekaligus penerima manfaat tak langsung.
Keterlibatan anggota DPR, seperti Lasarus, dan kini Yoseph, semakin memperkuat dugaan bahwa proyek infrastruktur tidak berdiri di atas logika pembangunan semata, melainkan juga sebagai arena konsolidasi politik menjelang kontestasi pemilu.
Kasus yang Mengembang
KPK sejauh ini telah menetapkan belasan tersangka dari pihak pemberi maupun penerima suap. Yang terbaru, Risna Sutriyanto, Ketua Pokja proyek jalur ganda KA Solo Balapan–Kadipiro, resmi ditahan. Namun, arah penyidikan kini bergerak lebih jauh: menelusuri aliran dana yang diduga menyentuh lingkaran elite politik.
“Jika penyidik berani membuka benang merah ke partai, kasus ini bisa jadi salah satu skandal politik terbesar di sektor infrastruktur pasca-Reformasi,” ujar pengamat hukum dari Universitas Indonesia, Rahmadsyah.
#red



Tidak ada komentar:
Posting Komentar