Sumatera Barat (LN) — Proyek rehabilitasi ruangan rawat inap di RSUD Dr. M. Natsir, Kota Solok, bertajuk Belanja Rehab Ruangan Rawat Inap Bedah, Neurologi, dan Paru yang dilaksanakan oleh kontraktor CV. Mulya Abadi, diketahui memiliki nilai realisasi mencapai Rp2.343.361.161 tengah menjadi sorotan publik.
Terindikasi, adanya pelanggaran prinsip transparansi dalam proses pengadaan barang dan jasa, atas tidak bisa diaksesnya dokumen e-purchasing dari portal resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Dengan tidak tampilannya dokumen tersebut memunculkan tanda tanya besar dan kecurigaan.
Padahal, sesuai ketentuan, seluruh tahapan e-purchasing wajib ditayangkan di LPSE sebagai bentuk akuntabilitas dan keterbukaan kepada publik. Penghapusan dokumen tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa ada prosedur yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Hal ini juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yang secara tegas menyatakan bahwa setiap informasi yang berkaitan dengan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah informasi yang wajib diumumkan secara berkala dan dapat diakses oleh publik. Pasal 11 ayat (1) huruf c UU KIP menyebutkan bahwa badan publik wajib menyediakan informasi mengenai “prosedur kerja pegawai yang berkaitan dengan pelayanan publik”.
Sumber internal rumah sakit menyebutkan bahwa proyek telah berjalan selama beberapa bulan. Namun anehnya, tidak ada jejak digital terkait proses pengadaan sebagaimana yang lazim ditemukan di sistem LPSE. Hal ini memperkuat dugaan adanya kejanggalan dalam proses administrasi.
Pihak RSUD Dr. M. Natsir hingga kini belum memberikan keterangan resmi. Upaya awak media untuk mengonfirmasi hal ini ke bagian pengadaan barang dan jasa Sumbar belum membuahkan hasil.
Sementara itu, Kepala Biro Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Provinsi Sumatera Barat, Chery, saat dimintai tanggapan melalui pesan WhatsApp terkait dugaan penghapusan dokumen e-purchasing tersebut, memberikan respons singkat.
“Waduh, kebetulan saya sedang Diklat, jadi belum bisa jawab. Coba saya konfirmasi dulu sama kawan-kawan di LPSE ya, Pak,” ujarnya melalui pesan singkat.
Sejumlah pihak menilai bahwa penghapusan dokumen e-purchasing ini bukan semata kesalahan teknis. Aktivis antikorupsi Sumatera Barat, Sulaiman, mengatakan bahwa absennya dokumen tersebut patut dicurigai sebagai indikasi potensi penyimpangan.
“Kalau tidak ditayangkan, itu sudah melanggar prinsip transparansi. Apalagi ini menyangkut anggaran lebih dari dua miliar rupiah,” ujarnya.
Publik mendesak agar instansi terkait, termasuk lembaga pengawas keuangan daerah, segera melakukan audit investigatif terhadap proyek ini. Transparansi dari pihak rumah sakit pun sangat diharapkan untuk menjernihkan dugaan yang berkembang.
Apakah ini sekadar kelalaian administratif, atau justru ada sesuatu yang sengaja disembunyikan? Publik menanti klarifikasi dan jawaban yang transparan.
Hingga berita ini ditayangkan media ini masih berupaya untuk melakukan konfirmasi kepada pihak terkait lainnya.
Tunggu berita selanjutnya !
#LN01
Tidak ada komentar:
Posting Komentar