PADANGPARIAMAN — Kabut tebal belum sepenuhnya terangkat dari Puncak Anai ketika suara mesin bor kembali meraung.
Di tebing setinggi 55 meter yang menjulang di sisi jalan, puluhan pekerja berbaju oranye tampak berpacu dengan waktu. Dari ketinggian, mereka menanam batang baja ke dinding tanah rapuh — berpaut pada tali pengaman, menantang maut demi menstabilkan jalur nasional yang menjadi nadi transportasi Sumatera Barat.
Di sinilah Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sumbar, di bawah komando Kasatker PJN Wilayah I, Andi Mulya Rusli, S.T., M.T., menggelar operasi besar, memulihkan lereng longsor di Nagari Guguak, Kecamatan 2x11 Kayutanam, Kabupaten Padangpariaman, tepatnya di ruas Padangpanjang–Sicincin Kilometer 61+500.
“Ini bukan pekerjaan biasa. Lerengnya curam, tanahnya labil, dan arus sungainya deras. Tapi kalau jalan ini putus, dampaknya besar bagi masyarakat.
Itu sebabnya kami tak punya pilihan selain bergerak cepat,” tegas Andi Mulya Rusli, di sela-sela peninjauan lapangan.
BPJN Sumbar menerapkan dua langkah utama yang dikenal berisiko tinggi namun efektif: beton shotcrete dan soil nailing.
Sebanyak 900 titik paku tanah (soil nailing) ditanam untuk memperkuat struktur lereng, dengan target harian 11–12 titik. Sementara itu, penyemprotan beton bertekanan tinggi (shotcrete) dilakukan rata-rata 50 meter persegi per hari untuk melapisi tebing dan mencegah erosi.
“Kami harus bekerja presisi, karena satu kesalahan bisa berakibat fatal,” kata Andi.
Selain itu, bagian kaki lereng diperkuat dengan batu krib untuk menahan gerusan sungai. Hingga awal Oktober, progres proyek mencapai 29,95 persen, melampaui target rencana 24,5 persen — sebuah capaian yang jarang terjadi di proyek dengan kondisi topografi ekstrem.
“Alhamdulillah, kami bisa melampaui target. Tapi yang paling penting bukan angka, melainkan keselamatan semua orang — baik pekerja maupun pengguna jalan,” ujarnya.
Dengan elevasi tinggi dan risiko longsor susulan, BPJN Sumbar menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara ketat. Setiap pekerja wajib mengenakan perlengkapan pengaman penuh, sementara area rawan dipantau terus-menerus oleh tim keselamatan proyek.
Namun di balik rutinitas teknis, misi besar yang dijalankan BPJN Sumbar jauh lebih dari sekadar perbaikan jalan. Jalur Puncak Anai adalah denyut ekonomi Sumatera Barat — penghubung utama antara Padang, Bukittinggi, dan daerah penyangga. Jika ruas ini terganggu, dampaknya langsung terasa: logistik tersendat, distribusi barang melambat, dan mobilitas masyarakat lumpuh.
“Kami bekerja di medan ekstrem, tapi semangat kami tidak pernah surut. Karena kami tahu, jalan ini menyangkut kehidupan banyak orang,” ucap Andi dengan nada mantap.
BPJN Sumbar juga mengimbau masyarakat untuk mengurangi kecepatan dan meningkatkan kewaspadaan saat melintas di kawasan pekerjaan.
“Keselamatan pengguna jalan adalah prioritas kami. Kami tidak ingin ada korban hanya karena lalai atau terburu-buru,” tambahnya.
Kini, di tengah kabut yang tak kunjung sirna dan deru mesin yang tak berhenti, upaya itu terus berlangsung. Andi Mulya Rusli dan tim PJN I Sumbar bukan sekadar memperbaiki jalan — mereka sedang menaklukkan alam, memancang keteguhan di antara bebatuan, dan memastikan jalur vital Sumatera Barat tetap hidup.
“Ini bukan sekadar proyek fisik,” tutup Andi. “Ini tanggung jawab moral: memastikan masyarakat bisa melintas dengan aman, dan Sumatera Barat tetap bergerak.” (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar