Padang (LN) – Status kepemilikan lahan GOR H. Agus Salim kembali mengundang sorotan tajam publik. Setelah lebih dari empat dekade terbelit persoalan tukar guling dengan Bank Negara Indonesia (BNI), hingga kini masalah itu tak kunjung tuntas.
Di tengah kerumitan itu, mendadak pada awal 2023 muncul Sertifikat Hak Pakai Nomor 18, daftar isian 307, nomor 1189 tahun 2023 atas nama Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dengan luas 76.018 m². Sertifikat ini diterbitkan berdasarkan SK Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang Nomor 57/HP/BPN-03.01/XII/2022 tanggal 30 Desember 2022.
Berita sebelumnya
Langkah ini justru memicu tanda tanya publik. Mengapa sertifikat tersebut baru diterbitkan pada TA. 2023? Apa dasar hak alas yang digunakan Pemprov Sumbar dalam penerbitannya?
Padahal, Pemprov Sumbar telah menguasai lahan sejak 1983, bahkan menarik retribusi dan sewa atas pemakaian fasilitas GOR H. Agus Salim.
Ironisnya, hingga sertifikat itu terbit, Pemprov Sumbar tidak memiliki hak atas lahan tersebut. Artinya, selama hampir 40 tahun lahan berada dalam status abu-abu, tanpa dasar kepemilikan yang jelas.
Fakta Tukar Guling Tak Tuntas
Media ini menelusuri ke BPKAD Sumbar. Kepala BPKAD, Rosyail, melalui Kabid Aset, mengakui hingga kini sertifikat lahan 25.075 m² di Kel. Rimbo Kaluang (lokasi GOR H. Agus Salim) sebagai objek tukar guling belum pernah diserahkan BNI kepada Pemprov Sumbar.
“Kita sudah memintanya kepada BPN. Namun karena ruislag ini belum selesai, BNI belum bisa menyerahkannya,” jelasnya melalui pesan WhatsApp, Selasa (23/9).
Sementara itu, Sertifikat Hak Pakai Nomor 18/2023 seluas 7,6 Ha yang baru terbit disebut sebagai aset Pemprov Sumbar yang tercatat dalam neraca daerah, bukan objek tukar guling dengan BNI.
Pernyataan itu menguak tabir: sejak 1983 hingga 2022, Pemprov Sumbar tidak memiliki legalitas hak atas tanah di kawasan GOR H. Agus Salim.
Kajian Hukum: Pungutan Tanpa Dasar
Dari perspektif hukum, kondisi ini menimbulkan persoalan serius. Pemprov Sumbar selama puluhan tahun memungut retribusi dan menyewakan fasilitas GOR tanpa dasar kepemilikan tanah yang sah.
Menurut doktrin hukum administrasi negara, setiap pungutan harus berlandaskan asas legalitas: ada kewenangan yang jelas, ada objek yang sah, serta ada dasar hukum yang kuat. Tanpa kepemilikan sah, pungutan tersebut dapat dianggap ilegal.
Potensi Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Dalam konteks hukum perdata, tindakan Pemprov Sumbar bisa masuk kategori Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
Ada empat unsur PMH yang dilakukan Pemprov Sumbar
1. Perbuatan: Pemprov Sumbar menyewakan dan menarik retribusi atas lahan tanpa hak.
2. Melawan hukum: Bertentangan dengan asas legalitas karena tidak ada dasar kepemilikan.
3. Kerugian: Potensi kerugian negara dan pihak lain, termasuk BNI, karena hak atas tanah belum jelas.
4. Kausalitas: Kerugian muncul akibat tindakan penguasaan dan pemungutan yang tidak sah.
Jika dikaitkan dengan UU Tipikor No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001, maka pungutan atas aset tanpa kepemilikan sah dapat dinilai sebagai penyalahgunaan kewenangan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Estimasi Kerugian Negara
Berdasarkan data pengelolaan GOR H. Agus Salim, Pemprov Sumbar memungut retribusi untuk kegiatan olahraga, konser, bazar, hingga penyewaan stadion. Konservatifnya, jika rata-rata pemasukan retribusi dan sewa mencapai Rp1 miliar per tahun, maka selama 40 tahun jumlahnya mencapai Rp40 miliar.
Angka ini bisa jauh lebih besar jika dihitung dengan nilai sewa lapangan utama, gedung serbaguna, parkir, hingga berbagai event berskala nasional yang digelar di GOR tersebut. Artinya, potensi kerugian negara akibat pungutan tanpa dasar hukum jelas dapat mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah.
Jika Pemprov Sumbar memperoleh pendapatan dari tanah yang belum sah secara hukum, maka penerimaan itu dapat dikategorikan sebagai penerimaan negara yang bermasalah. Audit investigatif BPK atau BPKP bisa menilai kerugian riil yang terjadi.
Sertifikat Baru: Rekayasa atau Jalan Pintas?
Fakta bahwa sertifikat baru terbit pada 2023, di tengah ketidakjelasan tukar guling, memunculkan dugaan publik adanya rekayasa. Dugaan itu semakin kuat karena beriringan dengan rencana proyek besar: pembangunan GOR H. Agus Salim pada Desember 2025 menggunakan APBN.
Pertanyaannya, apakah proyek tersebut bisa dilaksanakan jika status tanah hanya berupa hak pakai dan belum sepenuhnya clean and clear?
Sorotan Publik
Persoalan GOR H. Agus Salim kini bukan sekadar sengketa administrasi pertanahan, melainkan menyentuh integritas tata kelola aset daerah, potensi kerugian negara, hingga dugaan rekayasa hukum.
Publik menanti transparansi dari Pemprov Sumbar, BNI, maupun BPN: apakah sertifikat baru itu sah secara hukum atau sekadar jalan pintas administratif demi membuka jalan bagi proyek pembangunan GOR.
Tunggu berita investigasi selanjutnya.
#TIM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar