Padang (LN) – Setelah melalui proses birokrasi yang cukup panjang sejak Agustus lalu, upaya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat akhirnya membuahkan hasil. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyetujui penambahan kuota BBM jenis Bio Solar untuk Sumbar sebesar 70.000 kilo liter.
Keputusan tersebut bukan tanpa perjuangan. Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah mengungkapkan, sejak dua bulan lalu pihaknya telah mengirim surat resmi permohonan penambahan alokasi kepada BPH Migas di Jakarta. Langkah itu diambil setelah serangkaian laporan dan keluhan masyarakat terkait kelangkaan solar subsidi yang menimbulkan antrean panjang di berbagai SPBU.
“Kami menyampaikan usulan resmi sejak Agustus, disertai data kebutuhan real di lapangan. Prosesnya memang tidak sebentar, karena harus diverifikasi di tingkat pusat. Alhamdulillah, akhirnya disetujui dan mulai efektif pada Oktober ini,” ungkap Mahyeldi di Padang, Sabtu (11/10/2025).
Proses Verifikasi yang Ketat di Pusat
Sumber internal Pemprov menyebutkan, pengajuan tambahan kuota BBM ke BPH Migas melibatkan proses analisis teknis berlapis, mulai dari pembandingan data konsumsi antarprovinsi, akurasi penyaluran melalui Pertamina, hingga sinkronisasi dengan kuota nasional.
“Setiap liter Bio Solar yang ditambah harus melalui perhitungan kuota nasional dan proyeksi subsidi APBN. Jadi, Sumbar harus menyajikan data yang benar-benar valid agar disetujui,” kata seorang pejabat ESDM Sumbar yang enggan disebut namanya.
Penambahan sebesar 70.000 kilo liter itu menambah total kuota Bio Solar Sumbar menjadi 566.000 kilo liter, atau naik sekitar 15 persen dari sebelumnya 497.874 kilo liter.
Koordinasi Daerah dan Distribusi Pertamina
Setelah keputusan penambahan diterbitkan, Pemprov Sumbar melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) langsung berkoordinasi intensif dengan Pertamina. Helmi Heriyanto, ST, M.Eng, Kepala Dinas ESDM Sumbar, mengatakan pihaknya mengawal langsung proses penyesuaian teknis pengiriman ke SPBU agar tambahan kuota ini tidak hanya sekadar angka di atas kertas.
“Begitu surat keputusan keluar, kami langsung komunikasi dengan Pertamina agar segera menyesuaikan pola distribusi. Dalam waktu dekat pasokan akan normal dan antrean di SPBU diharapkan berangsur hilang,” ujar Helmi.
Dampak Langsung ke Lapangan
Tambahan pasokan Bio Solar ini dinilai menjadi angin segar bagi petani, nelayan, dan pelaku transportasi yang selama beberapa bulan terakhir kesulitan mendapatkan BBM subsidi. Sektor produktif yang sangat bergantung pada solar kini diharapkan kembali bergerak normal.
Namun sejumlah pengamat energi menilai, keputusan ini sekaligus menjadi cermin dari lemahnya sistem monitoring kuota BBM di daerah. Selama ini, distribusi yang tidak merata dan lemahnya pengawasan lapangan membuat kuota cepat terserap di wilayah tertentu, sementara daerah lain mengalami defisit pasokan.
“Masalah utama bukan hanya kuota, tetapi bagaimana mekanisme penyalurannya. Tanpa sistem pengawasan digital yang transparan, penambahan kuota bisa kembali bocor di hilir,” ujar seorang pengamat energi lokal.
Catatan Birokrasi dan Tantangan Berikutnya
Meski penambahan kuota ini menjadi solusi jangka pendek, Pemerintah Provinsi diingatkan untuk memperkuat sistem pelaporan penggunaan BBM bersubsidi, termasuk penerapan digitalisasi nozzle di SPBU dan pengawasan berbasis NIK. Langkah ini penting untuk menghindari penyimpangan dan memastikan subsidi benar-benar tepat sasaran.
Dengan disetujuinya tambahan kuota ini, Sumatera Barat menjadi salah satu dari sedikit provinsi yang berhasil melobi penyesuaian alokasi di triwulan terakhir tahun anggaran, sebuah capaian administratif yang tidak mudah di tengah ketatnya regulasi pusat.
“Kami akan terus kawal distribusi ini agar manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama mereka yang paling bergantung pada solar subsidi,” tutup Mahyeldi.
#red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar